Selasa, 24 November 2015

PRICEY DEMOCRACY/ Pricey Democracy di Indonesia

Alfredha Shinta Putri/ Kelas B/ 20130510006/ Kajian Demokrasi dan HAM



PRICEY DEMOCRACY

“PRICEY DEMOKRASI DI INDONESIA”



Pricey Democracy adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah demokrasi yang mahal. Arti mahal dalam hal ini adalah bukan dalam arti mahal dalam mengupayakannya atau mewujudkannya, tetapi mahal di sini artinya adalah secara materi atau uang. Pricey Democracy ini dapat dilihat di negara kita sendiri yaitu Indonesia. Betapa mahalnya harga demokrasi di negara ini. Mungkin sebenarnya harga demokrasi itu sendiri tidaklah mahal. Akan tetapi di negara Indonesia ini, “money politics” itu masih sangat kental terjadi. Inilah penyebab mengapa demokrasi di Indonesia sangat mahal untuk ukuran sebuah negara berkembang. Di dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, pastilah ada sebuah sistem pemilu karena itu adalah salah satu ciri dari adanya demokrasi di suatu negara. Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia begitu mahalnya. Dari biaya pencalonan untuk menjadi pejabat negara misalnya presiden dan anggota legislatif, dapat menghabiskan dana milyaran bahkan triliunan untuk dapat duduk menjadi pemimpin di negara ini. Sehingga yang terjadi adalah hanya dari kalangan “orang-orang berduit” saja yang dapat mengikuti hal tersebut. Dampak dari adanya hal ini adalah karena dalam pencalonan mereka telah menghabiskan banyak uang, maka yang terjadi adalah kemungkinan besar mereka akan korupsi dana negara misalnya dengan proyek pertambangan, proyek dana APBN, dll. Hal ini tentu sangat wajar adanya jika hal tersebut terjadi. Dampak lainnya yang terjadi adalah orang-orang yang mencalonkan diri di dalam pemilu, belum tentu orang tersebut berkualitas dan berintegritas. Asalkan mereka punya uang dan punya keinginan yang besar untuk mencalonkan diri, hal tersebut pasti terjadi. Orang-orang biasa akan tetapi memiliki integritas dan kualitas yang baik, tidak bisa mencalonkan diri di dalam pemilu, karena mereka tidak didukung oleh kemampuan dana yang besar. Itulah gambaran demokrasi di Indonesia. Memang walaupun mahal biaya demokrasi di Indonesia ini, tetapi demokrasi tetap harus dilanjutkan dan dilakukan. Karena dengan demokrasi, setiap hak warga negara Indonesia pasti diakui, sehingga masyarakat bebas berekspresi dengan memikul tanggung jawab. Selain itu, demokrasi juga harus dilakukan perbaikan. Hal ini wajar adanya karena Indonesia belum lama menganut sistem demokrasi. Jadi “perasaan transisi demokrasi” yang dialami oleh Indonesia masih terus dirasakan. 


Senin, 29 Juni 2015

Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Marshall Plan terhadap Eropa



KELOMPOK 1-KELAS C-TEMA: AMERIKA SERIKAT DENGAN UNI EROPA

  





POLITIK GLOBAL AMERIKA SERIKAT
AMERIKA SERIKAT-EROPA
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT MARSHALL PLAN TERHADAP EROPA


Dosen : Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A.

Disusun Oleh :
Alfredha Shinta Putri           (C/ 20130510006)


Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015




A.    PENDAHULUAN
A.1. LATAR BELAKANG
Hubungan antara Amerika Serikat dan Eropa memang sudah sejak lama terjalin. Ini terjadi sudah sejak Perang Dunia II. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat ikut dalam perang tersebut di dalam kubu Sekutu. Kemudian hubungan itu terus berlanjut sampai ke Perang Dingin hingga sekarang. Hubungan antara Eropa dan Amerika Serikat saat ini menjadi lebih kompleks yaitu bukan hanya dalam hal militer saja, tetapi ke dalam hal ekonomi, budaya, ideologi, dll. Sampai saat ini Amerika Serikat masih sangat befokus ke Eropa karena Eropa sebagai imbangan berat Amerika Serikat dalam hal ekonomi dan politik serta Eropa sebagai rival yang potensial.[1] Di masa depan Eropa harus berfokus pada pengembangan teknologi dan ekonomi sebagai potential advantage bersama dengan diplomasi dan political action-nya dalam memberikan pengaruhnya ke kebijakan Amerika Serikat.[2] Pengembangan teknologi dan ekonomi adalah sebagai hal yang paling penting dalam mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat di masa depan bagi Eropa.[3]
Kebijakan Amerika Serikat terhadap Eropa di masa Perang Dingin yang paling mencolok adalah tentang Marshall Plan. Marshall Plan ini jelas sebuah kebijakan Amerika Serikat untuk intervensi ke Eropa dalam meluaskan pengaruhnya di dunia. Sehingga sangat menarik bagi kami untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang apa itu Marshall Plan.  

A.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Marshall Plan dan bagaimana kebijakan tersebut dijalankan?
2. Mengapa Amerika Serikat membuat kebijakan Marshall Plan terhadap Eropa di era Perang Dingin?



 B.    PEMBAHASAN
B.1. PENGERTIAN MARSHALL PLAN
Marshall Plan adalah bantuan ekonomi skala besar pada tahun 1947 – 1951 dari Amerika Serikat yang bertujuan untuk membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di Eropa setelah Perang Dunia II berakhir. Inisiatif penamaan Marshall Plan diambil dari Sekretaris Negara George Marshall, karena memang George Marshall-lah yang mengumumkan hal ini pada pidatonya di Harvard University pada 5 Juni 1947. Dia mengatakan bahwa “kita tidak melawan suatu negara atau doktrin negara lain, tetapi kita melawan kelaparan, kemiskinan, kehilangan harapan, dan kekacauan.[4] Pembagian bantuan Rencana Marshall ini tidak hanya untuk negara-negara Eropa namun juga negara Asia yang terkena imbas dari Perang Dunia II. Di dalam program ekonomi ini, Amerika Serikat memberikan bantuan berupa fresh money dalam jumlah yang fantastik (kurang lebih 120 milyar dollar AS) ke Eropa. Tentu saja hal ini sangat berarti bagi Eropa karena mereka sedang krisis dan membutuhkan uang untuk dapat bangkit dalam proses pembangunan ekonomi. Program bantuan ekonomi ini dapat dikatakan sebagai sebuah kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang “sangat brilliant” dalam meluaskan pengaruhnya.

B.2. ALASAN DIBUATNYA KEBIJAKAN MARSHALL PLAN UNTUK EROPA
Jika berbicara tentang Marshall Plan maka kita tidak dapat terlepas dari Doktrin Truman. Doktrin Truman adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman pada 12 Maret 1947 yang menyatakan bahwa Amerika Serikat akan mendukung Yunani dan Turki dengan bantuan ekonomi dan militer untuk mencegah mereka jatuh ke dalam lingkup Soviet. Truman berpendapat bahwa masyarakat harus bebas dari tekanan luar dan dari siapapun. Masyarakat tidak boleh berada di bawah rezim yang otoriter, dia harus bebas. Sehingga, Amerika Serikat harus membantu negara-negara yang masih berada di bawah rezim otoriter agar bisa demokratis. Ini dilakukan untuk kepentingannya dalam mewujudkan perdamaian internasional. Pada esensinya, Doktrin Truman didasarkan atas prinsip moral bagi penentuan nasib sendiri (self determination) bangsa-bangsa di dunia menurut perspektif luar negeri AS.[5] Doktrin tersebut sebenarnya lebih ditujukan kepada Uni Soviet yang mulai menanamkan pengaruhnya di negara-negara Eropa Timur. Oleh karena itu, atas nama Doktrin Truman, Amerika Serikat akan membantu negara-negara di Eropa untuk memulihkan ekonominya pasca perang sehingga menjadi negara yang demokratis seperti ditafsirkan oleh Amerika Serikat.
Marshall Plan bertujuan untuk merevitalisasi Eropa Barat pasca Perang Dunia II untuk menghentikan penyebaran komunisme, menjaga tradisi kapitalis Eropa, ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang “dahsyat”, dan membantu menjaga ekonomi Amerika Serikat dari depresi paska perang.[6] Melalui Marshall Plan, Amerika Serikat memberikan bantuan ekonomi kepada negara-negara Eropa Barat.[7] Kebijakan tersebut ditempuh untuk "menyelamatkan" Eropa dari komunisme.[8] Dengan kebijakannya tersebut, Amerika Serikat ingin membendung pengaruh komunisme baik yang berasal dari China maupun Uni Soviet. Kebijakan disambut baik oleh Inggris dan Perancis. Selain itu kebijakan ini juga disambut baik oleh Polandia, Uni Soviet, dan Chekoslovakia. Akan tetapi Uni Soviet mengundurkan diri, karena dia menganggap bahwa kebijakan ini hanya akan memperkuat posisi Amerika Serikat di Eropa dan Eropa nanti hanya dimanfaatkan oleh Amerika Serikat. Sehingga, yang menyetujui kebijakan ini adalah hanya negara-negara yang tidak berhalauan komunis. Kebijakan mengenai Marshall Plan ini didukung oleh Konggres Amerika Serikat. Konggres mengeluarkan UU yang dilanjutkan dikeluarkannya EGA (Economic Cooperation Administration) sebagai agen dari kerjasama Amerika Serikat yang terdapat di negara-negara anggota Eropa.[9] Di mata Uni Soviet, Marshall Plan, merupakan rencana AS untuk memanfaatkan situasi Jerman untuk kepentingan politiknya dengan cara mengeksploitasi sumber daya ekonomi Jerman.[10] Walaupun sebenarnya Marshall Plan ini dapat dijadikan kesempatan yang besar untuk mengurangi tension antara Barat-Timur dengan pengorganisasian recovery ekonomi di dalam pan-European framework.[11]
Marshall Plan telah mampu mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat sejak tahun akhir 1940-an.[12] Karena suksesnya Marshall Plan, Duta Besar PBB yaitu Jeane Kirkpatrick menginginkan adaya sebuah kebijakan yang mirip dengan Marshall Plan untuk Amerika Tengah. Akan tetapi sulit untuk mewujudkannya dalam menyelesaikan permasalahan di dunia ketiga, karena Marshall Plan adalah sebuah kebijakan luar negeri yang mempunyai tujuan tertentu.  
Marshall Plan juga disebut sebagai ERP (European Recovery Program). ERP ini sebagai dasar kebijakan Amerika Serikat ke Eropa untuk menyelesaikan masalah-masalah secara serempak. Bukan hanya untuk merekoveri Eropa dan membatasi pengaruh Uni Soviet, tetapi ekonomi Jerman harus dapat diterima di Allied Nations.[13] Amerika Serikat melaksanakan Marshall Plan ke seluruh Eropa kecuali ke Spanyol.
Marshall Plan ini secara resmi memberikan promosi tentang industri dan produksi pertanian, me-maintain internal financial stability, dan menstimulasi perdagangan di dalam Eropa sendiri dan dengan negara lain.[14] Dengan adanya Marshall Plan ini, situasi Eropa paska perang menjadi sangat unik. Perekonomian Eropa tidak hanya menjadi industri dan sangat terintegrasi, tetapi Eropa memiliki a long tradition of capitalistic institutions.[15]


C.     KESIMPULAN
Marshall Plan adalah sebuah program bantuan ekonomi dari Amerika Serikat untuk Eropa di era paska Perang Dunia II. Walaupun ini adalah sebuah program bantuan ekonomi, tetapi ini menjadi sebuah dasar kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang sangat brilliant dan berhasil dilakukan di Eropa. Tujuan utama dari Marshall Plan ini adalah untuk membendung komunisme baik yang berasal dari Uni Soviet maupun China. Program ini dilakukan untuk memperbesar dan memperluas pengaruh Amerika Serikat yaitu kapitalisme/ liberalisme di Eropa. Program ini sangat berhasil dilakukan, karena Eropa benar-benar sedang membutuhkan bantuan ekonomi untuk recovery pembangunan ekonominya paska perang. Sehingga, pengaruh liberalisme/ kapitalisme dari Amerika Serikat dapat “berjalan mulus” di Eropa.

D.    DAFTAR PUSTAKA


(2015, Juni 21). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Rencana_Marshall
(2015, Juni 22). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Doktrin_Truman
Cowen, T. (1985). THE MARSHALL PLAN: MYTHS AND REALITY. In D. Bandow, US AID TO THE DEVELOPING WORLD: A FREE MARKET AGENDA (pp. 61-74). Washington D. C.: Heritage Foundation.
Kennedy, M. C. (2005). THE TRAGEDY OF AMERICAN DIPLOMACY? RETHINKING THE MARSHALL PLAN. Journal of Cold War Studies, Vol 7, No 1, Winter, The President and Fellows of Harvard College and the Massachusetts Institute of Technology, 97-134.
Pfaff, W. (2006). PRESENT AND FUTURE OF THE TENSED EU-US RELATIONS. In N. K. Liacouras, EU-US RELATIONS: REPAIRING THE TRANSATLANTIC RIFT KASTELLORIZO PAPERS (pp. 37-40). New York: Palgrave Macmillan.
Supriatna, N. (2008). KAPITA SELEKTA SEJARAH AMERIKA. Kotabaru Parahyangan: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.




[1] William Pfaff (2006). PRESENT AND FUTURE OF THE TENSED EU-US RELATIONS. In N. K. Liacouras, EU-US RELATIONS: REPAIRING THE TRANSATLANTIC RIFT KASTELLORIZO PAPERS (pp. 37-40). New York: Palgrave Macmillan. Hal 37.
[2] ibid hal 39.
[3] ibid
[4] Tyler Cowen. (1985). THE MARSHALL PLAN: MYTHS AND REALITY. In D. Bandow, US AID TO THE DEVELOPING WORLD: A FREE MARKET AGENDA (pp. 61-74). Washington D. C.: Heritage Foundation. Hal 62.
[5] Nana Supriatna. (2008). KAPITA SELEKTA SEJARAH AMERIKA. Kotabaru Parahyangan: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Hal 117.
[6] Tyler Cowen. (1985). THE MARSHALL PLAN: MYTHS AND REALITY. In D. Bandow, US AID TO THE DEVELOPING WORLD: A FREE MARKET AGENDA (pp. 61-74). Washington D. C.: Heritage Foundation. Hal 61.
[7] Nana Supriatna. (2008). KAPITA SELEKTA SEJARAH AMERIKA. Kotabaru Parahyangan: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Hal 117.
[8] Ibid.
[9] Ibid hal 118.
[10] Ibid hal 119.
[11] Kennedy, M. C. (2005). THE TRAGEDY OF AMERICAN DIPLOMACY? RETHINKING THE MARSHALL PLAN. Journal of Cold War Studies, Vol 7, No 1, Winter, The President and Fellows of Harvard College and the Massachusetts Institute of Technology, 97-134. Hal 115.
[12] Tyler Cowen. (1985). THE MARSHALL PLAN: MYTHS AND REALITY. In D. Bandow, US AID TO THE DEVELOPING WORLD: A FREE MARKET AGENDA (pp. 61-74). Washington D. C.: Heritage Foundation. Hal 61.
[13] Ibid hal 63.
[14] Ibid.
[15] Ibid hal 73-74.